Sabtu, 28 November 2009

this has been closed

this blog has been closed

and we move to another great blog at:
http://www.socialnomic.blogspot.com

the new blog has a great template and absolutely good content

ENJOY

Senin, 09 November 2009

Ketika era Gutenberg ditantang era Amazon.com

AsiaImage via Wikipedia







Di belahan dunia maju, perdebatan mana yang akan bertahan lebih lama -bentuk buku fisik atau non fisik- masih terus berlanjut, ketika amazon merilis Kindle, banyak yang beranggapan bahwa era buku fisik akan segera mati, namun ternyata banyak juga pihak, baik itu publisher dan juga penulis sendiri yang berpendapat bahwa buku fisik masih sulit untuk digantikan.

Buku dalam bentuk fisik masih punya senjata ampuh yang sulit untuk digantikan oleh bentuk non fisik, seperti persinggugan antara manusia denga kertas, bau kertas, berbagai hal yang berhubungan dengan perasaan terhadap bentuk fisik, dan kebanggaan meminjamkan buku -apalagi yang sudah kuno- pada kolega atau orang lain.

Bentuk non fisik memang punya juga senjata yang bisa membuat bentuk fisik jatuh terkulai, seperti kecepatan penyebaran, real time, murah serta hambatan hirarki yang bisa ditembus dengan mudah oleh bentuk non fisik (baik itu mobile maupun e-paper), namun segala kemudahan dan kemurahan saja tidak cukup, isu seperti pohoh yang ditebang untuk produksi kertas pun bisa disiasati dengan memproduksi kertas ramah lingkungan -yang kini marak di mana-mana- seperti contohnya beberapa buku dewi lestari yang menggunakan kertas ramah lingkungan, lalu kini gramedia group yang menggunakan kertas ramah lingkungan (yang kabarnya impor) untuk berbagai lini penerbitan mereka.

berhubung buku akan selalu identik dengan manusia sebagai konsumennya, sepertinya bentuk non fisik masih mendapat tempat lebih di hati konsumen, karena hubungan personal dan fisiknya yang masih dominan dari pada bentuk non fisik.

Dunia kini begitu cepat berubah, apa yang akan terjadi di masa depan adalah semacam ketegangan yang patut dinantikan, kita lihat saja mana yang akan diminati pembaca, buku konvensional atau buku non konvensional.

Reblog this post [with Zemanta]

Label: ,

Membaca Berita di Dunia 2.0

Dunia 2.0 semakin mengambil tempat di dunia datar kita, setelah gegap gempita kemenangan Obama yang selalu dikaitkan dengan keberhasilannya memanfaatkan new media dengan cerdas dan konsisten lalu geliat politikus Indonesia yang beramai-ramai masuk di jejaring sosial Facebook, giliran media tanah air yang mulai bergeliat masuk du

bali architectureImage by shapeshift via Flickr

nai 2.0, dunia dimana interaksi dua arah yang berkutat pada dunia internet/online.

Jika di negara maju, seperti Amerika perdebatan mengenai ketakbertahanan media cetak telah berlangsung lama, kita di Indonesia rasanya baru akan mulai merasakan dampak dari kemajuan internet yang sangat pesat itu. Media 2.0 adalah media yang memanfaatkan internet sebagai sarana penyampaian informasi serta memanfaatkan karakteristik dunia 2.0 yang memaksimalkan interaksi dua arah.

Media baru yang dikenal dengan nama e-paper ini mulai digemari pelaku media nasional. Pada majalah Marketing edisi 12/VIII/Desember 2008 disebutkan setidaknya ada empat media cetak yang mulai merambah dunia internet sebagai bentuk online dari versi cetak mereka. Kontan, Kompas, Tempo, serta Republika adalah media-media cetak yang melakukan strategi koran internet (e-paper) ini. Keberadaan e-paper yang berawal dari versi cetak tentu berbeda dengan media-media yang memang didesain sejak awal untuk diwujudkan dalam bentuk online, seperti detik.com, kapanlagi.com, dan vivanews.com.

E-paper yang sudah ada di Indonesia biasanya adalah bentuk cetak yang di-online-kan, berita serta tampilan masih sebagian besar sama, secara garis besar belum ada perbedaan yang mencolok atau diferensiasi yang khas. E-paper jenis ini dibuat untuk merangkul konsumen berita modern, eksekutif perkotaan, dan mereka yang melek internet. Sedangkan media versi cetak merangkul konsumen belum melek internet, konsumen “kolot”, dan konsumen yang masih perlu merasakan sentuhan-sentuhan khas produk cetak.

Hal ini bisa jadi mengindikasikan bahwa media cetak tidak mempunyai pilihan lain dalam era persaingan dengan internet. Untuk mempertahankan dan meluaskan share konsumen, media cetak harus menerbitkan versi online mereka, bukan sebagai strategi khusus, melainkan agar tidak ketinggalan langkah oleh pesaing dan kemajuan teknologi juga agak tidak kehilangan konsumen.

Hal yang lebih penting sebenarnya akan terjadi pada masa-masa selanjutnya. Kerena jika diteliti lebih lanjut, konsumen cetak dan konsumen online bisa dibedakan secara jelas, dan tentu keduanya bisa dilayani dengan pemberian value yang khas dan spesifik bagi kedua jenis konsumen itu. Bisa jadi versi cetak tidak memuat beberapa fitur khusus dari e-paper, begitu juga sebaliknya.

Kekhasan fitur dari dua jenis aktualisasi media serta penekanan pada konten akan mejadi kunci utama keberhasialan e-paper, ini juga bisa menjadi strategi agar e-paper tidak menganibalisasi versi cetaknya, mengingat karakter konsumennya pun yang juga beda. Apalagi penggunaan teknologi yang mendukung e-paper yang juga masih belum maksimal. Industri internet di Indonesia baru berkembang, industri dan pengembangan teknologi yang mendukung juga masih terus berkembang.

Keuntungan yang bisa dimasimalkan e-paper adalah jenis produknya yang ramah lingkungan setidaknya tidak menggunakan kertas sebagai bahan dasar media jenis ini. Pembangunan citra merek yang positif dan mendukung isu global mengenai pemanasan bumi bisa dimaksimalkan dalam masa transisi dan pengenalan produk e-paper ini, setidaknya sampai konsumen pengguna media cetak dan online bisa terseleksi dan terpetakan dengan jelas.

Perkembangan internet di Indonesia memang cukup menggembirakan, walaupun koneksi di sini masih tergolong payah, pengguna social networking yang semakin bertambah serta budaya internet yang mulai menjadi gaya hidup, terutama generasi muda bisa menjadi pasar sangat menjanjikan. Belum lagi kondisi krisis dunia yang bisa jadi malah membuka peluang bagi para biro iklan yang berkonsentrasi pada media online.

Pengiklan modern akan tertarik dengan media jenis online ini, apalagi jika penawaran harga bisa menjadi satu paket dengan versi cetak. Belum lagi beberapa bisnis yang memang fokus pada konsumen di segmen online, akan memilih media online sebagai sarana promo karena lebih tersegmentasi.

Era baru dunia pemasaran sedang berkembang, komunitas yang menjadi sasaran utama pemasar menjadi sangat penting dan bernilai bagi perusahaan. Media internet memudahkan interaksi dan segmentasi iklan pada komunitas. Ini adalah nilai lebih yang sangat bisa dikembangkan dan menjadi nilai tambah yang dipunyai e-paper. Interaksi menjadi penting karena di sana perusahaan pengiklan bisa menjangkau secara langsung konsumen mereka.

Dunia jurnalisme pun semakin berkembang, jurnalisme warga lalu pertambahan blogger, ikut juga membantu perkembangan jurnalisme online. Meskipun perkembangan ini memberikan dampak negatif, namun sisi positifnya juga bisa dimanfaatkan demi kemajuan media yang ikut juga terkena dampak krisis.

Perkembangan teknologi, sejatinya memang digunakan untuk kemajuan manusia, begitu juga pekembangan media cetak ke versi online, sudah seharusnya memberi dampak yang signifikan pada konsumen media. E-paper tentu tidak bisa menggantikan seratus persen versi cetak, ada beberapa hal khas yang ada di versi cetak yang tidak bisa digantikan oleh versi online. Kesemuanya harus didesain untuk saling mendukung. Setiap segmen komsumen punya selera masing-masing yang khas, alih-alih menganibalisasi satu produk dengan produk yang lain, e-paper dan media versi cetak akan bisa lebih berkembang jika saling mendukung.

Selamat membaca berita di dunia 2.0.

***

Penulis, salah seorang pemilik LawangBuku distributor serta koordinator klab di Tobucil & Klabs Bandung.

Tulisan dimuat di koran Pikiran Rakyat, Sabtu 03 Januari 2008 (link artikel)



Reblog this post [with Zemanta]

Label: , ,

Selasa, 03 November 2009

Media Hybrid: Sebuah Alternatif Solusi

Jakarta, the capital of Indonesia and the coun...Image via Wikipedia











Ketika dunia internet semakin merebak, dan para pemain media cetak global terus berinovasi dengan menerbitkan edisi media mereka dalam format online, maka kini giliran para pelaku media lokal (baca: indonesia) yang ikut juga untuk mengembangkan versi on-line mereka.
Saya kira yang paling fenomenal adalah Kompas.com, karena situs mereka termasuk lengkap dan menerapkan strategi 2.0 secara maksimal.

read more

Label: ,

Creative Commons License
wikupedia on media by wiku baskoro is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-Share Alike 3.0 Unported License.
Based on a work at wikupediaonmedia.blogspot.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http://wikupediaonmedia.blogspot.com.